BIOGRAFI
TOKOH PEMKIR DAN AKTIVIS EKONOMI SYARIAH
1. Biografi Adiwarman Azwar Karim
lahir di Jakarta, 29 Juni 1963; umur 49 tahun, adalah ahli perbankan syariah Indonesia. Adiwarman
seorang Minangkabau yang menamatkan pendidikan
akhirnya di Boston University.
Asal usul :
Orang tuanya berasal dari Padang, Sumatera Barat. Ayahnya pada mulanya adalah
seorang jaksa, tapi kemudian mengundurkan diri dan lebih memilih menjadi
pengacara. Ayahnya merupakan pendiri firma hukum Karim Syah. Adi lahir empat
bersaudara, semuanya laki-laki dan sarjana hukum, kecuali Adi sendiri yang
memilih menjadi sarjana ekonomi.
2. DR Ma'ruf Amin
Pembaruan Hukum Ekonomi
Syariah
Ketua badan pelaksana harian Dewan Syariah Nasional (DSN), KH Ma’ruf
Amin, mendapatkan gelar kehormatan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Pasalnya,ia dinilai sebagai motor penggerak ekonomi
syariah di Indonesia.
Sebagai seorang ulama yang cemerlang dalam ilmu ekonomi syariah, Ma’ruf Amin telah banyak berkiprah dan menghasilkan karya-karya pemikirannya dalam dakwah, sosialisasi nilai-nilai keagamaan, terutama di bidang ekonomi syariah dan fatwa halal.
Dengan gigih dan penuh pengabdian, ia melakukan sosialisasi dan pendekatan dengan pihak Bank Indonesia. Sehingga sebagian besar dari fatwa-fatwa DSN diadopsi oleh instansi-instansi keuangan seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) menjadi peraturan perundang-undangan yang mengikat. Maka lahirlah Bank Syariah di Indonesia yang kini kian menjamur.
Menurut Prof. Dr. H Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, penganugerahan ini layak diberikan kepada Ma’ruf Amin atas peran dan jasa-jasanya dalam menerapkan serta melahirkan hukum ekonomi syariah di Indonesia. “Jasa-jasanya luar biasa kepada masyarakat luas,” ujar Amin Suma.
Sebagai seorang ulama yang cemerlang dalam ilmu ekonomi syariah, Ma’ruf Amin telah banyak berkiprah dan menghasilkan karya-karya pemikirannya dalam dakwah, sosialisasi nilai-nilai keagamaan, terutama di bidang ekonomi syariah dan fatwa halal.
Dengan gigih dan penuh pengabdian, ia melakukan sosialisasi dan pendekatan dengan pihak Bank Indonesia. Sehingga sebagian besar dari fatwa-fatwa DSN diadopsi oleh instansi-instansi keuangan seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) menjadi peraturan perundang-undangan yang mengikat. Maka lahirlah Bank Syariah di Indonesia yang kini kian menjamur.
Menurut Prof. Dr. H Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, penganugerahan ini layak diberikan kepada Ma’ruf Amin atas peran dan jasa-jasanya dalam menerapkan serta melahirkan hukum ekonomi syariah di Indonesia. “Jasa-jasanya luar biasa kepada masyarakat luas,” ujar Amin Suma.
Prof. Dr.
H M Atho Mudzhar, guru besar UIN Syarif Hidayatullah, menambahkan, peran Ma’ruf
sangat luar biasa besarnya sebagai seorang ahli fiqih muamalat. “Dia adalah
seorang ulama yang cemerlang dan sebagai motor penggerak ekonomi syariah di
Indonesia. Jadi, harus diberikan penghargaan,” tuturnya.
Pada tanggal 5 Mei 2012 dalam sidang senat terbuka, Promovendus KH Ma’ruf Amin menyampaikan pidato ilmiah bertajuk “Pembaruan Hukum Ekonomi Syariah dalam Pengembangan Produk Keuangan Kontemporer ( Transformasi Fiqih Muamalat dalam Pengembangan Ekonomi Syariah).”
Dalam risalahnya, ia menuliskan awal berdirinya ekonomi syariah di Indonesia, khususnya perbankan syariah. Di ujung abad ke-20, imbuhnya, setelah seratus tahun dari fase kebangkitan Islam Pertama, tepatnya pada tahun 1990, merupakan awal gerakan ekonomi syariah di Indonesia. “Ketika MUI merekomendasikan lahirnya lembaga perbankan berbasis non bunga,” ungkap pria kelahiran Tangerang ini.
Dua sistem ekonomi yakni kapitalis dan sosialis telah mendominasi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Namun sejarah mencatat, dua sistem ekonomi ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang. Dan masyarakat dibuatnya tidak ada pilihan menjalankan sistem ekonomi kecuali harus memilih salah satu diantara keduanya.
Namun, sejumlah ulama dan cendikiawan Muslim melihat fakta dan bukti bahwa kedua sistem ekonomi tersebut berdampak buruk. Sehingga meraka terdorong untuk mencari alternatif dan solusi sistem ekonomi baru yang sesuai dengan semangat ajaran Islam. Dan ekonomi syariah merupakan pilihan sebagai sistem ekonomi baru.
Pilihan menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai pengganti sistem ekonomi yang sudah ada tidaklah mudah. Pada mulanya pihak-pihak yang meyakini dan memperjuangkan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi alternatif yang berkeadilan dianggap sebagai “igauan” yang menjadi bahan cemoohan.
Keyakinan bahwa sistem ekonomi syariah dapat menutupi kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi kapitalis atau sosialis dianggap sebagai keyakinan yang berlebihan. “Bahkan dianggap sebagai sebuah pernyataan bombastis-idealistis,” ucapnya.
Namun pelan-pelan perjuangan untuk pengakuan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi alternatif mulai diterima. Kebijakan politik negeri ini memberikan dukungan pertama kali dengan legislasi UU (Undang-undang) No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang memungkinkan beroperasinya bank dengan sistem bagi hasil (pasal 6).
UU ini kemudian dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menyebutkan istilah “bank berdasarkan prinsip syariah.”
Dengan demikian, rekomendasi MUI tentang mendesaknya pendirian lembaga keuangan yang bebas bunga menjadi moment penting bagi dimulainya gerakan ekonomi syariah di Indonesia.
Setelah itu, gerakan ekonomi syariah tidak kenal lelah senantiasa digaungkan dan diperjuangkan oleh para aktivis ekonomi syariah, baik para ulama, akademisi maupun praktisi. Upaya ini melahirkan lembaga-lembaga pergerakan yang berjuang untuk ekonomi syariah. Antara lain, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dan sebagainya.
“Ini saya sebut sebagai kebangkitan Islam kedua. Berbeda dengan kebangkitan Islam pertama yaitu gerakan politik sedangkan yang kedua gerakan ekonomi,” ungkap Ma’ruf.
Menurut Ma’ruf dalam pidato ilmiahnya, ada empat faktor utama di antara faktor-faktor yang mendorong mendesaknya pembaruan hukum Islam dewasa ini. Pertama, perubahan sosial, yang meliputi perubahan budaya, ekonomi dan politik pada masa kini mengharuskan para ahli hukum Islam (fuqaha) untuk melakukan telaah ulang terhadap pendapat-pendapat ulama terdahulu yang tidak sesuai lagi dengan konteks sosial saat ini.
Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap upaya mencari pendapat yang lebih kuat (rajih) di antara pendapat-pendapat yang berkembang dalam fikih klasik. Di mana pada masa klasik ilmu pengetahuan dan teknologi belum berkembang pesat, khususnya ilmu-ilmu eksakta. Dengan bantuan ilmu dan teknologi, para ahli hukum Islam (fuqaha) dapat menelaah kembali ketentuan hukum-hukum lama dikontekstualisasikan dengan kondisi kekinian yang jauh lebih kompleks.
Ketiga, tuntutan perkembangan zaman mengharuskan para ahli hukum Islam (fuqaha) kontemporer untuk melihat kompleksitas masalah kontemporer dan memilih pandangan-pandangan dan fatwa hukum yang lebih memudahkan (taisir) dan menghindari kesulitan (al-haraj) dalam hukum-hukum furu’, baik dalam masalah ibadah maupun muamalat.
Keempat, munculnya kasus-kasus baru dan yang terbarukan mengharuskan adanya ijtihad baru karena masalah-masalah tersebut belum pernah dijawab oleh para fuqaha klasik.
Sementara itu, perkembangan permasalahan di bidang ekonomi saat ini sangat besar. Sehingga ada yang mengatakan bahwa bidang ekonomi syariah kontemporer merupakan lahan ijtihad baru. Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI sebagai sebuah hasil ijtihad kolektif di bidang ekonomi syariah merupakan jawaban atas permasalahan atau perkembangan aktivitas ekonomi yang muncul di Indonesia.
Fatwa-fatwa tersebut, yang sebagiannya tidak sama dengan kesimpulan hukum yang termaktub dalam kitab-kitab fikih terdahulu, adalah merupakan suatu hal yang wajar. Alasannya, permasalahan yang muncul saat ini berbeda dengan permasalahan yang terjadi di masa lalu. “Namun demikian, antara keduanya mempunyai ruh yang sama, yakni mewujudkan tujuan utama syariat ,” tandas Ketua MUI ini.
Fatwa tentang ekonomi syariah yang ditetapkan oleh DSN-MUI selain dibangun di atas manhaj tertentu juga tidak terlepas dari landasan umum hukum ekonomi syariah. Menurut hemat saya, kata Ma’ruf, setidaknya ada tujuh prinsip (yang terangkum dalam singkatan MaRGa KAMI) yang harus dijadikan landasan dalam penetapan fatwa ekonomi syariah.
Ketujuh prinsip tersebut yaitu: Pertama, maslahah. Artinya, aktivitas ekonomi syariah harus dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudharat.
Kedua, ridha. Aktivitas perekonomian syariah harus dilakukan atas dasar sukarela (taradhi), dengan tanpa mengandung unsur paksaan (ikrah). Ketiga, gharar. Artinya, praktik perekonomian syariah harus jauh dari tipu daya (’adam al-gharar). ”Saya setuju dengan al-Imam al-Khithabi yang menyatakan bahwa setiap jual-beli yang tidak diketahui maksudnya dan tidak bisa diukur maka itu termasuk gharar,” imbuhnya.
Keempat, khidmah, yaitu ekonomi syariah harus mampu mewujudkan pelayanan sosial. Kelima, adil. Artinya, setiap aktivitas ekonomi harus mengarah pada terciptanya keadilan dan keseimbangan. Keenam, mubah. Maksudnya, segala bentuk aktivitas dalam ekonomi (muamalat) pada dasarnya hukumnya adalah boleh (mubah), kecuali jika ditentukan lain oleh suatu dalil.
Dan ketujuh,istirbah, yaitu aktivitas ekonomi syariah juga harus memperhatikan prinsip keuntungan (al-istirbah). Karena setiap kegiatan ekonomi tentunya mengharapkan adanya keuntungan. ”Tidak logis jika transaksi ekonomi tidak mengharapkan keuntungan,” papar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Baginya, gerakan ekonomi syariah di Indonesia telah menampakkan hasilnya dan telah melahirkan banyak hal seperti yang ia ungkapkan sebelumnya. Pencapaian tersebut melalui proses panjang dengan berbagai strategi dan langkah-langkah sistematis. “Tidak lahir dengan tiba-tiba,” ujarnya.
Pada tanggal 5 Mei 2012 dalam sidang senat terbuka, Promovendus KH Ma’ruf Amin menyampaikan pidato ilmiah bertajuk “Pembaruan Hukum Ekonomi Syariah dalam Pengembangan Produk Keuangan Kontemporer ( Transformasi Fiqih Muamalat dalam Pengembangan Ekonomi Syariah).”
Dalam risalahnya, ia menuliskan awal berdirinya ekonomi syariah di Indonesia, khususnya perbankan syariah. Di ujung abad ke-20, imbuhnya, setelah seratus tahun dari fase kebangkitan Islam Pertama, tepatnya pada tahun 1990, merupakan awal gerakan ekonomi syariah di Indonesia. “Ketika MUI merekomendasikan lahirnya lembaga perbankan berbasis non bunga,” ungkap pria kelahiran Tangerang ini.
Dua sistem ekonomi yakni kapitalis dan sosialis telah mendominasi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Namun sejarah mencatat, dua sistem ekonomi ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang. Dan masyarakat dibuatnya tidak ada pilihan menjalankan sistem ekonomi kecuali harus memilih salah satu diantara keduanya.
Namun, sejumlah ulama dan cendikiawan Muslim melihat fakta dan bukti bahwa kedua sistem ekonomi tersebut berdampak buruk. Sehingga meraka terdorong untuk mencari alternatif dan solusi sistem ekonomi baru yang sesuai dengan semangat ajaran Islam. Dan ekonomi syariah merupakan pilihan sebagai sistem ekonomi baru.
Pilihan menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai pengganti sistem ekonomi yang sudah ada tidaklah mudah. Pada mulanya pihak-pihak yang meyakini dan memperjuangkan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi alternatif yang berkeadilan dianggap sebagai “igauan” yang menjadi bahan cemoohan.
Keyakinan bahwa sistem ekonomi syariah dapat menutupi kelemahan dan kekurangan sistem ekonomi kapitalis atau sosialis dianggap sebagai keyakinan yang berlebihan. “Bahkan dianggap sebagai sebuah pernyataan bombastis-idealistis,” ucapnya.
Namun pelan-pelan perjuangan untuk pengakuan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi alternatif mulai diterima. Kebijakan politik negeri ini memberikan dukungan pertama kali dengan legislasi UU (Undang-undang) No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang memungkinkan beroperasinya bank dengan sistem bagi hasil (pasal 6).
UU ini kemudian dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menyebutkan istilah “bank berdasarkan prinsip syariah.”
Dengan demikian, rekomendasi MUI tentang mendesaknya pendirian lembaga keuangan yang bebas bunga menjadi moment penting bagi dimulainya gerakan ekonomi syariah di Indonesia.
Setelah itu, gerakan ekonomi syariah tidak kenal lelah senantiasa digaungkan dan diperjuangkan oleh para aktivis ekonomi syariah, baik para ulama, akademisi maupun praktisi. Upaya ini melahirkan lembaga-lembaga pergerakan yang berjuang untuk ekonomi syariah. Antara lain, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dan sebagainya.
“Ini saya sebut sebagai kebangkitan Islam kedua. Berbeda dengan kebangkitan Islam pertama yaitu gerakan politik sedangkan yang kedua gerakan ekonomi,” ungkap Ma’ruf.
Menurut Ma’ruf dalam pidato ilmiahnya, ada empat faktor utama di antara faktor-faktor yang mendorong mendesaknya pembaruan hukum Islam dewasa ini. Pertama, perubahan sosial, yang meliputi perubahan budaya, ekonomi dan politik pada masa kini mengharuskan para ahli hukum Islam (fuqaha) untuk melakukan telaah ulang terhadap pendapat-pendapat ulama terdahulu yang tidak sesuai lagi dengan konteks sosial saat ini.
Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap upaya mencari pendapat yang lebih kuat (rajih) di antara pendapat-pendapat yang berkembang dalam fikih klasik. Di mana pada masa klasik ilmu pengetahuan dan teknologi belum berkembang pesat, khususnya ilmu-ilmu eksakta. Dengan bantuan ilmu dan teknologi, para ahli hukum Islam (fuqaha) dapat menelaah kembali ketentuan hukum-hukum lama dikontekstualisasikan dengan kondisi kekinian yang jauh lebih kompleks.
Ketiga, tuntutan perkembangan zaman mengharuskan para ahli hukum Islam (fuqaha) kontemporer untuk melihat kompleksitas masalah kontemporer dan memilih pandangan-pandangan dan fatwa hukum yang lebih memudahkan (taisir) dan menghindari kesulitan (al-haraj) dalam hukum-hukum furu’, baik dalam masalah ibadah maupun muamalat.
Keempat, munculnya kasus-kasus baru dan yang terbarukan mengharuskan adanya ijtihad baru karena masalah-masalah tersebut belum pernah dijawab oleh para fuqaha klasik.
Sementara itu, perkembangan permasalahan di bidang ekonomi saat ini sangat besar. Sehingga ada yang mengatakan bahwa bidang ekonomi syariah kontemporer merupakan lahan ijtihad baru. Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI sebagai sebuah hasil ijtihad kolektif di bidang ekonomi syariah merupakan jawaban atas permasalahan atau perkembangan aktivitas ekonomi yang muncul di Indonesia.
Fatwa-fatwa tersebut, yang sebagiannya tidak sama dengan kesimpulan hukum yang termaktub dalam kitab-kitab fikih terdahulu, adalah merupakan suatu hal yang wajar. Alasannya, permasalahan yang muncul saat ini berbeda dengan permasalahan yang terjadi di masa lalu. “Namun demikian, antara keduanya mempunyai ruh yang sama, yakni mewujudkan tujuan utama syariat ,” tandas Ketua MUI ini.
Fatwa tentang ekonomi syariah yang ditetapkan oleh DSN-MUI selain dibangun di atas manhaj tertentu juga tidak terlepas dari landasan umum hukum ekonomi syariah. Menurut hemat saya, kata Ma’ruf, setidaknya ada tujuh prinsip (yang terangkum dalam singkatan MaRGa KAMI) yang harus dijadikan landasan dalam penetapan fatwa ekonomi syariah.
Ketujuh prinsip tersebut yaitu: Pertama, maslahah. Artinya, aktivitas ekonomi syariah harus dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudharat.
Kedua, ridha. Aktivitas perekonomian syariah harus dilakukan atas dasar sukarela (taradhi), dengan tanpa mengandung unsur paksaan (ikrah). Ketiga, gharar. Artinya, praktik perekonomian syariah harus jauh dari tipu daya (’adam al-gharar). ”Saya setuju dengan al-Imam al-Khithabi yang menyatakan bahwa setiap jual-beli yang tidak diketahui maksudnya dan tidak bisa diukur maka itu termasuk gharar,” imbuhnya.
Keempat, khidmah, yaitu ekonomi syariah harus mampu mewujudkan pelayanan sosial. Kelima, adil. Artinya, setiap aktivitas ekonomi harus mengarah pada terciptanya keadilan dan keseimbangan. Keenam, mubah. Maksudnya, segala bentuk aktivitas dalam ekonomi (muamalat) pada dasarnya hukumnya adalah boleh (mubah), kecuali jika ditentukan lain oleh suatu dalil.
Dan ketujuh,istirbah, yaitu aktivitas ekonomi syariah juga harus memperhatikan prinsip keuntungan (al-istirbah). Karena setiap kegiatan ekonomi tentunya mengharapkan adanya keuntungan. ”Tidak logis jika transaksi ekonomi tidak mengharapkan keuntungan,” papar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Baginya, gerakan ekonomi syariah di Indonesia telah menampakkan hasilnya dan telah melahirkan banyak hal seperti yang ia ungkapkan sebelumnya. Pencapaian tersebut melalui proses panjang dengan berbagai strategi dan langkah-langkah sistematis. “Tidak lahir dengan tiba-tiba,” ujarnya.
3.
Biografi Muhammad Syafi’i Antonio
MUHAMMAD
Syafii Antonio lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 Mei 1965. Nama aslinya adalah
Nio Cwan Chung. Dia adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil mengenal dan
menganut ajaran Konghucu, karena ayahnya seorang pendeta Konghucu.
Selain mengenal ajaran Konghucu, Syafii Antonio juga mengenal ajaran Islam
melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah. Syafii Antonio sering
memerhatikan cara-cara ibadah orang-orang Islam. Syafii Antonio juga sempat
memeluk Kristen Protestan dan berganti nama dari Nio Cwan Chung menjadi Pilot
Sagaran Antonio. Meskipun demikian, Syafii Antonio tetap ingin memperdalam
pengetahuannya tentang Islam. Untuk mengetahui kelebihan Islam daripada
agama-agama lainnya, termasuk agama yang dia anut saat itu, Syafii Antonio
melakukan studi komparatif dengan pendekatan sejarah, alamiah, dan nalar atau
rasional. Berdasarkan tiga pendekatan itu, hanya Islam yang menurutnya
benar-benar agama yang mudah dipahami ketimbang agama lain. Islam mengajarkan
ketauhidan dan memiliki kitab suci Al Quran yang penuh mukjizat, baik ditinjau
dari bahasa, tatanan kata, isi, berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah,
dan berbagai aspek lainnya. Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan
hati, maka di saat berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, Syafii
Antonia putuskan memeluk agama Islam atas bimbingan KH Abdullah bin Nuh
al-Ghazali pada 1984. Keputusan tersebut tentu saja mendapat tantangan keras
dari keluarga. Bahkan dia sempat dikucilkan dan diusir dari rumah. Dengan
kesabaran dan tetap berprilaku santun terhadap keluarga, akhirnya membuahkan
hasil dan tidak lama kemudian ibundanya menyusul menjadi pengikut Nabi Muhammad
SAW. Kesungguhan Syafii Antonio untuk menjadi muslim kaffah dia
tunjukkan dengan mengikuti berbagai diskusi agama Islam dan mempelajari bahasa
Arab di Pesantren an-Nidzom, Sukabumi, di bawah pimpinan KH Abdullah Muchtar.
Meskipun dia kuliah di ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif
Hidayatullah. Itu pun tidak lama karena dia melanjutkan sekolah ke University
of Yourdan (Yordania). Selesai studi S1 di Yordania, Ia melanjutkan program S2
di International Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari
ekonomi Islam. Dan kemudian menyelesaikan gelar doktor di bidang perbankan dan
keuangan mikro di University of Melbourne tahun 2004 lalu. Ia sempat bergabung
dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia. Dua
tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa
dana syariah. Kemudian ia mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa unit
usaha dengan mengembangkan bisnis dan ekonomi syariah yang salah satunya adalah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia. Dedikasinya terhadap perkembangan
ekonomi dan perekonomian umat Islam inilah yang membuatnya kini dikenal sebagai
salah satu dari sedikit ekonom Islam Indonesia.
4. Prof. Sofyan Syafri
Pakar sekaligus Praktisi
Ekonomi Syariah Prof Sofyan Syafri Harahap dimakamkan di pemakaman Karet Bivak,
Jumat (3/2/2012), setelah setelah dishalatkan bada shalat Jumat di Masjid
kampus Trisakti. Almarhum meninggal dunia pada Kamis sekitar pukul 20.30 di
RSCM Jakarta.
Bangsa
Indonesia, khususnya Fakultas Ekonomi Trisakti sangat kehilangan dengan
meninggalnya Prof Sofyan Syafri Harahap yang merupakan dekan FE Trisakti.
Sofyan Syafri Harahap memang dikenal sebagai seorang pemimpin yang mempunyai
integritas yang tinggi. Seperjalannya karirnya, Sofyan Syafri merupakan salah
satu tokoh besar ekonomi syariah di Indonesia.
Jejaknya
terlihat dari keseriusannya menggagas berbagai program pendidikan berbasis
ekonomi syariah baik secara formal maupun non formal serta membuat berbagai
kumpulan pecinta syariah di Trisakti. Gagasan ini, telah membuat Trisakti,
terkenal akan keilmuan ekonomi syariahnya.
Wakil
dekan FE Trisakti DR Hj Etty M Nasse mengungkapkan, sosok Sofyan Syafri memang
sulit dilupakan, karena berbagai kebijakan yang dilakukan telah melahirkan
sebuah terobosan baru, baik jangka pendek maupun jangka panjang kepada bangsa
dalam melahirkan mahasiswa berpotensial.
Menurut
Etty, walau tidak lama menjabat Dekan FE, sejak dilantik pada September 2011,
Sofyan telah menanamkan nilai kedisiplinan dan keterampilan kepada para pegawai
di FE Trisakti. "Beliau selalu memperhatikan bagaimana organisasi FE
Trisakti dapat memberikan berbagai kontribusi kepada mahasiswa dan para pegawai
di lingkup FE Trisakti. Penekanan syariah pada FE Trisakti juga mulai
ditanamkan dengan membuka UPZ di Trisakti," ungkap Etty.
"Sofyan
patut untuk selalu dikenang, sebagai guru besar ekonomi dan ekonomi syariah di
Trisakti. Bukan hanya keluarga Trisakti, negara juga patut bersedih karena
beberapa pemikiran ekonomi beliau dituangkan dari berbagai tulisan sebagai
bentuk terakhir demonstrasi beliau," tambah Etty.
Senada
itu, Sekretaris program Islamic Ekonomi Finance (IEF) Trisakti Deasy Asseanty
menjelaskan, perjuangan Sofyan Syafri terhadap ekonomi syariah akan
dilanjutkan. Berbagai nasihat beliau untuk melahirkan SDM Syariah berkualitas
di Indonesia merupakan semangat kepada rekan-rekan di IEF Trisakti untuk lebih
menggiatkan edukasi syariah di Indonesia.
"Yang
masih menjadi perbincangan adalah, keilmuan beliau dari segi akuntansi syariah
sangat langka di Indonesia. Ini merupakan PR terhadap IEF Trisakti untuk
melahirkan kembali pemikiran beliau," tutur Deasy.
Selain
itu, sebagai guru besar ekonomi di Trisakti, Sofyan diberi kehormatan sebagai
dosen terbaik di Indonesia. Gerakan Sofyan untuk mengampanyekan ekonomi syariah
sudah dilakukan sejak berada pada bangku kuliah.
Di
perbankan syari'ah, pria kelahiran Sipangko Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
tahun 1956 ini pernah menjabat Sekretaris Perusahaan dan Controller pada Bank
Muamalat (1991-1992). Ia juga menjabat pada sebuah komite untuk pengembangan
perbankan Syariah di Bank Indonesia (2005-2007), Komisaris Independen di Bank
Syariah Mandiri (2002-2007), dan juga mengajar di Universitas Trisakti dalam
bidang Islamic Economic and Finance (2004 - sekarang).
Ia
menjadi Dosen Tamu di INCEIF, Bank Negara Malaysia (2006 - sekarang) dan
external examiner di University of Malaysia, Kuala lumpur (2006 - sekarang), La
Trobe university, Australia, dan sebagainya. Terakhir ia menjadi Komisaris
Independen BNI Syariah sejak Juni 2010.
0 komentar: